Nabire, Kapiwuunews.org - Suasana kelulusan di sebuah SMA di kota Nabire hari ini dipenuhi euforia dan keharuan. Ratusan siswa berseragam putih penuh coretan tawa, pelukan, dan tangis perpisahan. Di antara keriuhan itu, ada satu siswa yang memilih menjauh sejenak dari keramaian: duduk tenang di bangku taman belakang sekolah, di bawah pohon besar yang selama ini menjadi tempatnya berpikir dan menyendiri pada 05 Mei 2025 (Pukul 16:00 WIT
Salah satu Kontributor dari menulis artikel ini perpisahan atau menandatangani seragam teman-teman, ia mengeluarkan spidol hitam dari tasnya. Dengan penuh ketenangan dan keteguhan hati, ia menggambar sesuatu di saku kiri seragam putihnya: sebuah simbol yang tak asing bagi rakyat Papua, bendera Bintang Kejora.
Biru-putih bergaris dengan satu kotak merah di ujung dan bintang putih di tengahnya. Simbol itu ia lukis bukan sebagai bentuk kemarahan, melainkan sebagai bentuk cinta. Cinta pada tanah kelahirannya, cinta pada identitas yang telah tertanam sejak kecil oleh orang tuanya, dan cinta pada harga diri yang tak bisa digantikan oleh selembar ijazah.
“Ini bukan hanya soal kelulusan,” ujar siswa yang namanya enggan disebutkan. “Ini tentang siapa aku, dari mana aku berasal, dan bahwa aku tidak pernah takut menjadi diriku sendiri.”
Seragam bertanda Bintang Kejora itu kini disimpannya dengan penuh bangga. Bukan sekadar memorabilia masa sekolah, tapi juga simbol keberanian untuk mengingatkan dunia: bahwa di balik angka dan data lulusan, ada jiwa-jiwa yang membawa sejarah, martabat, dan suara dari Tanah Papua.
Di tengah hingar-bingar pesta kelulusan, langkah kecil itu menjadi bentuk perlawanan yang paling sunyi, sekaligus paling jujur.
(**)