Merauke, Kapiwuunews.org. - 20 September 2025 Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) St. Fransiskus Xaverius Cabang Merauke menyuarakan kritik tajam terhadap program Food Estate yang digagas pemerintah di Merauke, Papua Selatan. Dalam kajian bertajuk “Food Estate: Paradoks Sistem Pangan”, PMKRI menilai program tersebut bukan solusi yang berkelanjutan, melainkan berpotensi menimbulkan masalah serius bagi ekologi, sosial, budaya, hingga kesehatan masyarakat adat.
Merauke kembali dipilih sebagai lokasi utama proyek Food Estate karena dianggap memiliki lahan luas dan potensial. Namun, sejarah mencatat kegagalan dua proyek sebelumnya Merauke Integrated Rice Estate (MIRE) dan Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) yang terhenti di tengah jalan, meninggalkan persoalan lahan, konflik sosial, serta kerusakan lingkungan.
“Pengalaman MIRE dan MIFEE harusnya menjadi pelajaran. Tanpa evaluasi mendalam, Food Estate hanya akan mengulang kegagalan yang sama, bahkan memperparah persoalan,” tegas perwakilan PMKRI dalam pernyataan mereka.
PMKRI menyoroti kerusakan lingkungan yang dapat ditimbulkan akibat pembukaan lahan besar-besaran. Proyek ini dinilai mengabaikan prinsip keberlanjutan, merusak ekosistem rawa, menurunkan kualitas tanah, dan mengancam keanekaragaman hayati. Penggunaan pestisida serta pupuk kimia dalam skala besar juga berpotensi mencemari tanah dan air.
Di sisi sosial, Food Estate berpotensi memperlebar ketimpangan. Pekerjaan yang ditawarkan sering kali bersifat sementara dengan upah rendah. Lebih jauh, masyarakat adat terancam kehilangan hak atas tanah ulayat mereka, sementara ketergantungan terhadap pasar global membuat sistem pangan semakin rapuh terhadap fluktuasi harga.
PMKRI menegaskan bahwa model pertanian industri skala besar kerap mengabaikan pengetahuan tradisional masyarakat adat. Sistem pangan berbasis komunitas dan organik yang diwariskan secara turun-temurun dikhawatirkan tergeser oleh sistem yang mengejar efisiensi dan profit semata.
Kerusakan lingkungan akibat proyek ini, menurut PMKRI, berimbas langsung pada kesehatan masyarakat adat Marind. Perubahan pola makan akibat pergeseran komoditas pangan berpotensi memunculkan masalah gizi, termasuk stunting, hingga meningkatkan risiko penyakit akibat pencemaran air dan tanah.
Sebagai respons, PMKRI mendorong gerakan kedaulatan pangan yang mengutamakan hak masyarakat dalam menentukan sistem pangan mereka sendiri. Gerakan ini menekankan pentingnya pertanian berkelanjutan, berbasis komunitas, serta berkeadilan sosial dan ekologis.
PMKRI mengingatkan bahwa program Food Estate berpotensi melanggar konstitusi dan berbagai undang-undang. Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 menjamin hak masyarakat adat. Selain itu, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 menegaskan bahwa hutan adat bukan hutan negara.
“Negara wajib menghormati *Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) masyarakat adat sebelum menjalankan proyek berskala besar. Tanpa itu, Food Estate adalah bentuk perampasan tanah yang bertentangan dengan keadilan sosial dan prinsip HAM,” jelas PMKRI.
Dalam pernyataannya, PMKRI Cabang Merauke mengeluarkan sejumlah rekomendasi:
- Memperkuat pemetaan ruang hidup rakyat dari tingkat kampung.
- Mengembangkan pangan lokal yang sehat dan berkeadilan.
- Mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan.
- Memperkuat kualitas SDM masyarakat setempat.
Adapun tuntutan utama yang disampaikan adalah:
- Menolak Proyek Strategis Nasional (PSN) Food Estate di Merauke.
- Mendesak DPR RI segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat.
- Mendukung gerakan penolakan Undang-Undang Cipta Kerja.
- Mendesak Mahkamah Konstitusi memberikan keadilan bagi korban PSN.
- Mendesak DPR Papua Selatan dan MRP Papua Selatan membuat serta mengesahkan Perdasi/Perdasus untuk melindungi masyarakat adat.
Dengan seruan ini, PMKRI Cabang Merauke berharap agar pemerintah pusat maupun daerah tidak mengulangi kesalahan masa lalu, dan benar-benar menempatkan kepentingan masyarakat adat serta kelestarian lingkungan sebagai prioritas utama dalam kebijakan pembangunan pangan di Papua Selatan.
Penulis oleh : M Magai