Tibai, Kapiwuunews.org - Tersembunyi di tengah lebatnya hutan Papua Tengah, Dusun Tibai di Kecamatan Siriwo, Kabupaten Nabire, seolah menjadi bagian dari cerita yang terpisah dari hiruk pikuk dunia modern. Namun justru dari keterpencilannya itulah, Tibai menghadirkan keunikan dan pesona yang memukau, yang patut direnungkan oleh kita semua khususnya para pengambil kebijakan dan masyarakat luas.
Tibai bukan sekadar dusun di pedalaman. Ia adalah cermin ketahanan masyarakat adat yang masih bertahan hidup dengan cara-cara tradisional di tengah keterbatasan akses, fasilitas, dan teknologi. Bayangkan, untuk mencapai dusun ini, seseorang harus berjalan kaki sejauh 13 kilometer melewati jalanan tanah, jurang, hutan jati, dan lembah. Tapi bukan hanya tantangan fisik yang menguji warga, melainkan juga keterbatasan listrik, komunikasi, hingga layanan dasar.
"Di kampung terpencil, rakyat berjalan dengan kaki telanjang, memikul semen, beras, dan harapan yang makin berat. Mereka melewati hutan dan lembah dengan napas yang tersisa, bukan karena lemah, tapi karena ditinggalkan. Mereka mati perlahan, bukan karena tak mampu, tapi karena tak dianggap. Di manakah pemerintah yang bermartabat bukan hanya demi kekuasaan, tapi demi manusia dan kemanusiaan?”
Namun di balik kesunyian malam dan jalan yang menantang, Tibai justru menyimpan kekayaan nilai yang mulai langka di kota kebersahajaan, gotong royong, dan kehidupan spiritual yang kuat. Setiap kendi berisi air di depan rumah adalah simbol penghormatan terhadap nilai-nilai agama dan tradisi. Rumah-rumah kayu jati yang masih kokoh berdiri adalah pengingat bahwa modernisasi tidak harus merampas identitas lokal.
Yang lebih menyentuh, mayoritas penduduk Dusun Tibai adalah perempuan. Laki-laki sebagian besar merantau untuk menghidupi keluarga, meninggalkan para ibu dan anak-anak untuk menjaga kehidupan di kampung halaman. Di sinilah kita melihat betapa pentingnya peran perempuan Papua dalam menjaga tatanan sosial, pendidikan anak, serta keberlangsungan hidup komunitas.
"Tibai memang jauh, tapi bukan berarti dilupakan. Pemerintah Papua Tengah, dengarlah suara sunyi dari hutan di sana ada rakyat yang menunggu perhatian."
Tibai adalah representasi dari wajah Papua yang sering tak terlihat oleh negara. Dalam situasi serba terbatas, mereka tidak hanya bertahan hidup, tetapi juga menjaga nilai dan martabat. Justru dari dusun seperti inilah, kita belajar bahwa pembangunan seharusnya tidak selalu diukur dari seberapa cepat jaringan internet masuk, tapi dari sejauh mana masyarakatnya tetap dihargai dalam kearifan lokal mereka.
Kini, Tibai tidak lagi bisa dipandang sebelah mata. Ia adalah alarm yang menyuarakan pentingnya pemerataan pembangunan, keterhubungan wilayah terpencil, dan perhatian serius pada desa-desa di pedalaman Papua. Pemerintah, media, dan kita semua memiliki tanggung jawab untuk tidak hanya mengagumi keunikan dusun seperti Tibai, tetapi juga mendukungnya agar tetap hidup, tumbuh, dan berkembang tanpa kehilangan jati diri.
Tibai mengajarkan kita bahwa dalam kesunyian, ada keteguhan. Dalam keterpencilan, ada harapan. Dan dalam hutan yang sunyi, ada kehidupan yang bermartabat.
Oleh: [ Marten Dogomo ]