NABIRE, Kapiwuunews.orga – 31 Agustus 2025 Derasnya arus informasi digital yang kerap disusupi kabar bohong (hoaks) dan disinformasi menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten Nabire. Plt. Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Nabire, Yermias Degei, S.Pd., M.I.Kom., menyerukan kewaspadaan seluruh elemen masyarakat serta aparatur negara agar bersama-sama menjaga stabilitas sosial, politik, dan keamanan daerah.
Menurut Yermias, penyebaran hoaks semakin masif dan berpotensi mengancam kohesi sosial masyarakat. Seruan ini sejalan dengan pernyataan tegas Bupati Nabire, Mesak Magai, dalam apel gabungan sebelumnya yang menyebut hoaks sebagai salah satu faktor utama pemecah belah masyarakat serta pengganggu etika pelayanan publik.
Yermias menegaskan, di era digital saat ini, kecepatan penyebaran informasi—baik benar maupun palsu sulit dibendung. Sayangnya, kabar bohong justru lebih cepat menyebar dibandingkan informasi valid. Kondisi ini, katanya, sudah masuk kategori infodemi, di mana masyarakat dibanjiri informasi hingga kesulitan membedakan fakta dan manipulasi.
“Informasi kini bisa menyebar hanya dalam hitungan detik. Banyak yang tidak sadar bahwa apa yang mereka bagikan belum tentu benar. Satu klik saja bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, memicu kepanikan, bahkan konflik,” ujar Yermias.
Ia menambahkan, ragam hoaks yang beredar meliputi isu politik, agama, keamanan, pendidikan, hingga kesehatan. Yang paling berbahaya adalah hoaks bernuansa SARA, yang sangat sensitif di daerah multikultural seperti Nabire.
Lebih jauh, Yermias menyebut hoaks tidak sekadar kabar tidak benar, tetapi juga kerap dijadikan alat manipulasi politik. Ia mengingatkan masyarakat akan peristiwa nasional maupun lokal yang dipicu hoaks di media sosial—mulai dari kerusuhan, aksi kekerasan, hingga jatuhnya korban jiwa.
“Kalau kita lengah, peristiwa serupa bisa terulang. Masyarakat jangan mudah terpancing hanya karena video atau foto yang beredar tanpa konteks,” tegasnya.
Hoaks yang dimainkan pada momentum politik, lanjutnya, justru lebih berbahaya karena bisa menurunkan legitimasi pemerintah serta memecah belah masyarakat.
Dalam keterangannya, Yermias juga menyinggung kemunculan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang mampu memproduksi konten manipulatif seperti deepfake dan konten sintetis. Menurutnya, masyarakat tanpa literasi digital yang baik akan sangat rentan menjadi korban.
“Hoaks kini bukan lagi sekadar tulisan atau gambar, tapi bisa berupa video atau suara yang seolah-olah berasal dari tokoh publik. Inilah mengapa literasi digital harus terus diperkuat,” jelasnya.
ASN, lanjut Yermias, menjadi garda terdepan untuk memberi contoh bagaimana menyaring dan menyebarkan informasi yang benar.
Untuk menekan dampak hoaks, Dinas Kominfo Nabire menyiapkan sejumlah langkah strategis, antara lain:
- Kampanye Literasi Digital di sekolah, gereja, dan komunitas lokal.
- Edukasi publik bersama tokoh adat, agama, dan pemuda.
- Pelatihan ASN dan perangkat kampung sebagai agen informasi yang mampu mendeteksi hoaks.
- Kerja sama dengan media lokal dan influencer digital untuk memperkuat penyebaran informasi faktual.
- Sosialisasi UU ITE agar masyarakat memahami konsekuensi hukum bagi penyebar informasi palsu.
“Kami percaya, ketika masyarakat mendapat akses informasi yang benar serta edukasi yang partisipatif, hoaks tidak akan punya tempat di Nabire,” ujar Yermias optimistis.
Menutup pernyataannya, Yermias Degei mengajak masyarakat Nabire agar tidak mudah terprovokasi dan menjadi agen penyebar kebenaran.
“Masyarakat Nabire adalah masyarakat yang cerdas dan damai. Mari kita jaga itu. Jangan mudah percaya, jangan mudah terprovokasi. Jadilah agen penyebar kebenaran, bukan penyebar ketakutan,” serunya.
Ia menekankan, kemajuan teknologi harus dibarengi tanggung jawab bersama untuk menjaga ruang digital yang sehat. Sinergi antara pemerintah, media, masyarakat sipil, dan dunia pendidikan dinilai penting agar generasi muda terlindungi dari dampak negatif disinformasi.
(**)