Jayapura, Kapiwuunews.org – Prosesi jalan salib menjadi pusat kegiatan doa dan ratapan atas persoalan yang terus melanda masyarakat Papua. Momentum ini bertepatan dengan peringatan Hari Hak Asasi Manusia Internasional, sebuah peringatan yang memiliki makna mendalam bagi rakyat Papua, yang hingga kini masih memperjuangkan hak-haknya di atas tanah leluhur kami. Puluhan umat Kristiani di Tanah Papua berkumpul di Lapangan Zakheus, Distrik Abepura, Kota Jayapura, pada Selasa, 10 Desember 2024.
Acara yang digelar penuh khidmat tersebut mengusung simbol "Salib Merah", sebuah lambang yang menggambarkan penderitaan dan perjuangan panjang orang Papua. Salib setinggi tujuh meter, yang melambangkan tujuh wilayah adat Papua, diarak mengelilingi lapangan. Palang salibnya menggambarkan konsep Trinitas: Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus, sebuah pengingat akan keyakinan bahwa di tengah penderitaan, pengharapan kepada Tuhan tetap hidup.
Pastor John Bunay, salah satu tokoh yang memimpin prosesi, menyatakan bahwa hak asasi manusia di Papua adalah sesuatu yang masih terlalu mahal untuk diraih. "Kami hidup di tanah kami sendiri, tapi hak-hak kami terus terabaikan. Kami berharap Tuhan memberikan berkah-Nya, karena di hadapan Tuhan, tidak ada yang mustahil," ujarnya dengan penuh keyakinan.
Lebih lanjut, Pastor John menjelaskan bahwa "Salib Merah" adalah simbol penderitaan orang Papua selama lebih dari 60 tahun, sejak wilayah itu diintegrasikan ke dalam Indonesia. “Kami berdarah-darah di tanah kami sendiri. Salib merah adalah warna duka cita, yang mengingatkan kami pada penderitaan di atas kayu salib. Namun, kami percaya pengharapan itu tidak akan mati,” tambahnya.
Mewakili masyarakat adat Suku Awuyu, Hendrikus Frengki Woro menyampaikan harapan dan kerinduan mereka untuk kembali ke tanah leluhur. "Tanda sasi adat ini menjadi simbol keyakinan kami untuk menjaga tanah ini, karena hanya di tanah ini kami bisa hidup dan bertahan," tuturnya.
Hendrikus juga mengkritik pemerintah yang dinilai gagal memperhatikan hak-hak dasar masyarakat Papua. "Kami orang Papua tidak punya jalan keluar lain. Pemerintah saja tidak memperhatikan kami, tapi kami tetap percaya pada kekuatan adat dan leluhur kami," katanya dengan nada tegas.
Prosesi jalan salib ini tidak hanya menjadi ungkapan duka, tetapi juga sebuah doa bersama untuk kedamaian dan keadilan di Tanah Papua. Umat yang hadir berharap agar penderitaan panjang ini bisa segera berakhir, dan hak-hak orang Papua bisa dihormati, baik oleh pemerintah maupun masyarakat luas.
Hari Hak Asasi Manusia Internasional ini menjadi momen refleksi bahwa di Tanah Papua, perjuangan untuk mendapatkan keadilan masih panjang. Namun, melalui simbol "Salib Merah", umat Kristiani Papua menegaskan bahwa di tengah penderitaan yang mendalam, iman dan harapan kepada Tuhan tidak akan pernah sirna.
(**)