Nabire, Kapiwuunews.org - Pemilu bukan sekadar ajang perebutan kekuasaan, tetapi sebuah proses demokrasi yang menguji kedewasaan politik setiap individu dan masyarakat. Dalam setiap kompetisi, baik olahraga maupun politik, menang dan kalah adalah bagian tak terpisahkan. Namun, sering kali, kalah dalam pemilu dianggap sebagai akhir segalanya. Padahal, sejatinya, kekalahan adalah pijakan untuk bangkit dan belajar lebih baik lagi Pada 07 Desember 2024
Menang dalam pemilu bukanlah akhir perjalanan. Justru, tanggung jawab besar menanti mereka yang terpilih. Kemenangan harus disikapi dengan hati yang lapang dan jiwa yang merangkul. Pemimpin yang bijaksana akan mengayomi seluruh masyarakat, termasuk mereka yang mendukung pihak lawan. Sebaliknya, bagi yang kalah, kekalahan bukanlah sesuatu yang harus diratapi berlarut-larut. Kekalahan adalah pelajaran, bukan hukuman.
Pepatah lama mengatakan, “Menang jadi arang, kalah jadi abu.” Filosofi ini mengajarkan bahwa baik menang maupun kalah, keduanya memiliki konsekuensi dan pelajaran masing-masing. Yang penting adalah bagaimana kita menyikapinya.
Bagi yang kalah dalam pemilu, menerima kekalahan dengan lapang dada adalah langkah pertama menuju kedewasaan politik. Jangan mengisolasi diri, apalagi menjauh dari masyarakat. Sebaliknya, gunakan momen ini untuk introspeksi dan menyiapkan diri menghadapi pemilu berikutnya.
Pemimpin sejati adalah mereka yang tidak mementingkan diri sendiri, tetapi memiliki hati yang penuh kebapaan untuk melayani rakyat. Pemimpin yang adil, jujur, dan berani menegakkan kebenaran akan selalu dirindukan rakyatnya. Kekalahan hari ini bisa menjadi kemenangan di masa depan jika disertai semangat perjuangan yang tak pernah padam.
Negara-negara maju seperti Amerika dan Australia, ada tradisi concession speech, yaitu pidato pengakuan kekalahan yang disampaikan secara terbuka oleh kandidat yang kalah setelah hasil pemilu diumumkan. Ini bukan sekadar formalitas, tetapi simbol kedewasaan politik dan penghormatan terhadap proses demokrasi.
Namun, di Papua, terutama di Paniai, budaya ini belum sepenuhnya diterapkan. Banyak yang tidak siap menerima kekalahan. Hasilnya, isu-isu provokatif, ujaran kebencian, fitnah, bahkan kekerasan sering muncul. Pola seperti ini tidak hanya merugikan kandidat, tetapi juga mencederai masyarakat yang menjadi korban dari konflik politik.
Pemilu hanyalah alat untuk mencapai tujuan yang lebih besar kesejahteraan masyarakat. Mari jadikan Pemilu 2024 sebagai momentum untuk mempererat persatuan, bukan menciptakan perpecahan. Bagi yang menang, rangkullah semua golongan. Bagi yang kalah, jangan berhenti berjuang.
Regenerasi pemimpin Papua Tengah adalah tanggung jawab bersama. Untuk itu, baik pemenang maupun yang kalah harus saling mendukung demi masa depan yang lebih baik. Kita semua punya waktu dan kesempatan untuk memimpin, selama semangat dan doa terus menyertai perjuangan.
Oleh: Jer Anouw Muyapa Aktivis GMNI Nabire Papua Tengah