(Photo Ketua bawaslu dan Ketua KPU strenchot dari video keributan di dalam kantor KPU Paniai |Kapiwunews.org|Marten Dogomo)
Paniai, Kapiwunews.org - Kabupaten Paniai kembali diguncang oleh isu kecurangan dalam pemilihan bupati dan wakil bupati tahun 2024. Kelompok intelektual, masyarakat, dan tokoh adat Paniai menyuarakan kekecewaan mereka terhadap KPU dan Bawaslu Paniai yang dianggap tidak profesional. Nama-nama seperti Sem Nawipa, Petrus Nawipa, Sisilia Nawipa, hingga Yulimince Nawipa dituding sebagai kaki tangan dari petahana Yampit Nawipa, yang diduga menggunakan kekuasaan untuk mengatur hasil pemilu demi kepentingan pribadi.
Bagi masyarakat Paniai, kinerja KPU dan Bawaslu kali ini tak ubahnya seperti "kucing dalam karung kosong". Mereka merasa lembaga yang seharusnya netral malah bermain dalam skenario penuh intrik. Tuduhan semakin tajam dengan adanya pleno tanpa saksi dari para pasangan calon (paslon) yang dianggap ilegal dan mengabaikan mekanisme aturan PKPU
Sebagai lembaga penyelenggara pemilu, KPU seharusnya menjadi garda depan menjaga keadilan dan demokrasi. Namun, tuduhan bahwa KPU dan Bawaslu Paniai dikendalikan oleh petahana menimbulkan pertanyaan besar: apakah ini kelemahan sistem atau rencana jahat yang terorganisir? Kelompok intelektual Paniai menilai, penunjukan Sem Nawipa dkk. sebagai penyelenggara pemilu bukanlah kebetulan, melainkan bagian dari strategi untuk menyingkirkan empat calon bupati intelektual yang mereka dukung.
Tuntutan Tegas Masyarakat Kekecewaan masyarakat Paniai memuncak, dan mereka dengan tegas menuntut:
- Pemecatan dan audit terhadap KPU serta Bawaslu Paniai.
- Penyelidikan atas dugaan kecurangan oleh KPU dan Bawaslu yang dituding sebagai alat kekuasaan Yampit Nawipa.
- Surat pernyataan resmi kepada KPU RI, Bawaslu RI, KPU Papua Tengah, Bawaslu Papua Tengah, dan pihak kepolisian untuk menindaklanjuti kasus ini.
Menunggu Keberanian Penegak Hukum Kasus ini menjadi ujian besar bagi KPU dan Bawaslu di tingkat pusat. Masyarakat Paniai menunggu keberanian penegak hukum untuk bertindak tegas. Jika pleno tanpa saksi paslon terus berjalan, pemilu di Paniai akan kehilangan legitimasi, dan suara rakyat akan tetap menjadi bayang-bayang manipulasi kekuasaan.
Bagi masyarakat Paniai, perjuangan ini bukan sekadar soal siapa yang menang, tetapi soal keadilan, demokrasi, dan integritas yang harus dijunjung tinggi.
(**)