Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kapal Hovercraft Tiba di Kali Degeuwo: Penolakan Masyarakat Siriwo terhadap Ancaman Eksploitasi

Minggu, 24 November 2024 | 04:26 WIB | 0 Views Last Updated 2024-12-11T01:54:41Z

 








Nabire, Kapiwuunews.org – Kedatangan kapal Hovercraft besar yang berlabuh di Kali Degeuwo memicu gelombang dari kami masyarakat Siriwo. Bagi kami daerah siriwo kami ini bukan sekadar isu transportasi, melainkan ancaman langsung terhadap hak ulayat dan keberlanjutan kekayaan alam di wilayah siriwo . Kami bersama masyarak siriwo dengan tegas, masuk kapal Hovercraft tanpa  ijinya masyarakat siriwo, kepala suku, tokoh pemuda, dan kepala distrik siriwo. Namun seluruh masyarakat kami menyuarakan sikap menolak kehadiran kapal tanpa izin resmi dari masyarakat adat setempat pada tanggal 23 November 2024.


Kepala Suku Siriwo, Otto Magai, menyatakan bahwa masuknya kapal tanpa persetujuan masyarakat adat adalah pelanggaran serius terhadap hak ulayat mereka. Kami tidak akan membiarkan kapal-kapal itu masuk ke Kali Degeuwo tanpa izin dari kami, pemilik sah tanah ini. Kehadiran mereka hanya membawa ancaman bagi kelestarian lingkungan dan kehidupan kami," tegasnya.


Hal senada disampaikan Kepala Distrik Siriwo, Anselmus Degei, yang menegaskan bahwa wilayah Siriwo bukanlah tanah kosong yang bisa dimasuki seenaknya. Kami sebagai pemimpin adat dan pemerintahan distrik, melarang keras masuknya kapal ke Kali Degeuwo tanpa izin masyarakat. Hak ulayat kami adalah kedaulatan yang tidak bisa diabaikan, ungkapnya.


Kehadiran kapal di pedalaman Papua sering kali diasosiasikan dengan eksploitasi sumber daya alam yang tidak adil. Kali Degeuwo, yang terletak di wilayah kaya sumber daya seperti emas, kayu, dan hasil bumi lainnya, menjadi salah satu sasaran utama. Masyarakat adat yang menggantungkan hidup pada ekosistem sungai dan hutan merasa kehadiran kapal Hovercraft adalah langkah awal untuk membuka jalan bagi perampasan kekayaan alam mereka.


Pengalaman di berbagai wilayah Papua membuktikan bahwa eksploitasi sumber daya alam selalu membawa dampak buruk bagi masyarakat adat. Sungai yang dulunya jernih menjadi tercemar akibat limbah tambang, hutan adat hilang, dan masyarakat dipaksa meninggalkan tanah leluhur. Bagi masyarakat Siriwo, kedatangan kapal di Kali Degeuwo adalah sinyal peringatan atas kemungkinan kerusakan serupa.


"Penolakan masyarakat Siriwo terhadap kapal Hovercraft ini adalah bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan dan eksploitasi. Mereka menegaskan bahwa tanah adat adalah warisan leluhur yang tidak bisa dirampas begitu saja. Kami menjaga tanah ini untuk anak cucu kami. Kehadiran kapal Hovercraft tanpa izin sama saja dengan penghinaan terhadap kedaulatan kami sebagai masyarakat adat," kata Otto Magai.


Masyarakat Siriwo juga menuntut pemerintah untuk menghormati dan melindungi hak ulayat mereka. Mereka mendesak agar kehadiran kapal Hovercraft di Kali Degeuwo dihentikan dan pemerintah lebih serius menangani isu perlindungan hak masyarakat adat. 


Penolakan masyarakat Siriwo adalah pengingat bahwa tanah Papua bukanlah sekadar sumber daya, tetapi juga identitas dan kehidupan bagi masyarakat adat. Kekayaan alam Papua seharusnya menjadi berkah bagi masyarakat setempat, bukan alat untuk memperkaya pihak luar.


"Kepala distrik Siriwo Anselmus Degei mengungkapkan bahwa Kami berharap pemerintah pusat dan dunia internasional mendengar suara kami. Tanah ini adalah milik kami, dan kami akan terus berjuang untuk mempertahankannya," tutup Anselmus Degei.


Kami masyarakat Siriwo terhadap kapal Hovercraft di sunggai Degeuwo adalah cerminan perjuangan masyarakat adat Papua dalam mempertahankan hak mereka atas tanah leluhur. Perjuangan ini tidak hanya melindungi kekayaan alam, tetapi juga memastikan keberlanjutan hidup generasi mendatang.


Leporter : Marten Dogomo

×
Berita Terbaru Update