Surabaya, Kapiwuunews.org Surabaya, Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Papua (IPMAPA) Surabaya menyuarakan penolakan tegas terhadap program transmigrasi yang direncanakan pemerintah ke Papua. Menurut IPMAPA, kebijakan ini memiliki potensi besar mengancam keberadaan Orang Asli Papua (OAP), terutama dalam aspek sosial, ekonomi, dan budaya mereka pada Tanggal 3 November 2023
Dalam pernyataan sikapnya, IPMAPA menyebut program transmigrasi ke Papua sebagai bentuk kolonialisme modern. Program ini, kata mereka, merupakan upaya eksploitasi demografi dan mobilisasi penduduk yang justru mengakibatkan pengurangan populasi asli Papua serta marginalisasi budaya mereka. Bagi masyarakat Papua, tanah adat adalah jantung kehidupan dan identitas. Dengan demikian, transmigrasi hanya akan mempercepat depopulasi dan meminggirkan OAP, seperti yang terjadi pada Aborigin di Australia dan suku Indian di Amerika Serikat.
"IPMAPA mengingatkan bahwa program transmigrasi ke Papua bukanlah hal baru; praktik ini telah berlangsung sejak masa Orde Lama. Namun, menurut mereka, dampaknya sudah jauh melampaui tujuan awal untuk pengembangan wilayah. Arus migrasi besar-besaran akibat transmigrasi telah membuat migran mendominasi sektor ekonomi dan politik di Papua. Pada 2021, IPMAPA mencatat, populasi Papua telah menjadi 50% migran dan 50% OAP, sebuah perubahan demografis yang sangat signifikan."
Dengan munculnya wacana penerapan kembali program transmigrasi di bawah pemerintahan Prabowo Subianto, IPMAPA menilai ini sebagai ancaman serius terhadap keberlangsungan hidup OAP. Mereka memandang rencana tersebut hanya akan memperparah kondisi sosial dan budaya di Papua, serta memperburuk ketimpangan ekonomi.
Poin-Poin Pernyataan Sikap IPMAPA:
1. Hentikan Program Transmigrasi ke Papua IPMAPA meminta pemerintah untuk menghentikan program transmigrasi secara menyeluruh, baik legal maupun ilegal, ke Papua.
2. Cabut Kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) dan Pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) IPMAPA menyerukan pencabutan Otsus dan penghentian DOB di Papua, yang dinilai hanya menguntungkan pihak tertentu.
3. Buka Akses untuk Jurnalis di Papua IPMAPA meminta akses jurnalis dibuka secara luas agar situasi Papua dapat diberitakan secara objektif.
4. Tarik Pasukan Militer dari Papua IPMAPA mendesak penarikan segera pasukan militer organik dan non-organik yang ditempatkan di Papua.
5. Penegakan Hukum atas Pelanggaran HAM IPMAPA menuntut pengusutan tuntas kasus penembakan, mutilasi, dan pelanggaran HAM lain yang terjadi di Papua.
6. Hentikan Proyek Pencetakan Sawah dan Perkebunan di Merauke Mereka meminta penghentian proyek strategis di Merauke, yang dianggap merusak tanah adat.
7. Penutupan Perusahaan Tambang dan Migas di Papua IPMAPA menuntut penutupan perusahaan-perusahaan besar seperti PT Freeport, BP, dan LNG Tangguh yang dinilai merugikan rakyat Papua.
8. Penarikan Fasilitas Militer Baru di Papua Mereka mendesak agar pembangunan fasilitas militer baru seperti Kodam, Polda, dan batalion penyanggah dihentikan.
9. Penolakan Rasisme dan Operasi Militer IPMAPA mengecam tindakan rasisme dan operasi militer yang terus berlanjut di wilayah Papua.
10. Dukung Hak Penentuan Nasib Sendiri IPMAPA meminta hak untuk menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua sebagai solusi damai dan demokratis.
Dalam solidaritasnya, IPMAPA juga menyatakan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina dari kolonialisme Israel. Bagi IPMAPA, pernyataan sikap ini adalah bentuk perlawanan damai terhadap kebijakan transmigrasi yang mereka pandang tidak berpihak kepada masyarakat asli Papua.
(**)